Kamis, 23 Juli 2020

HAK ISTIMEWA ORANG PERCAYA

Hak-hak Istimewa Orang Percaya  (Roma 8:10-16)

  Dalam perikop di atas Rasul Paulus memperlihatkan dua lagi keuntungan yang baik, yang menjadi milik orang percaya yang sungguh-sungguh.
  
    I. Kehidupan. 
Kebahagiaan di sini bukanlah cuma kebahagiaan dalam arti dijauhkan dari sesuatu yang buruk, yaitu tidak dihukum. Tetapi kebahagiaan di sini berarti mendapatkan sesuatu yang baik. Kebahagiaan itu berarti kita melangkah maju menapaki kehidupan yang akan membawa kebahagiaan yang tak terucapkan bagi seorang manusia (ay. 10-11): Jika Kristus ada di dalam kamu. Perhatikanlah, jika Roh ada di dalam kita, maka Kristus ada di dalam kita. Ia berdiam di dalam hati oleh iman (Ef. 3:17). Sekarang di sini kita diberi tahu apa yang terjadi dengan tubuh dan jiwa orang-orang yang didiami Kristus.
    
      1. Tidak ada yang bisa kita katakan selain bahwa tubuh memang mati. Tubuh ini rapuh, fana, sekarat, dan akan segera mati. Tubuh ini adalah rumah tanah liat, yang asalnya dari debu. Kehidupan yang diperoleh dan dijanjikan itu tidak membuat tubuh kekal dalam keadaannya yang sekarang. Tubuh ini mati, maksudnya, ditentukan untuk mati, ada di bawah hukuman mati: sebagaimana kita berkata “matilah dia” untuk orang yang dihukum. Di tengah-tengah kehidupan ini, kita ada dalam kematian: sekalipun tubuh kita begitu kuat, sehat, dan bugar, ia sudah mati pucuk (Ibr. 11:12), dan ini karena dosa. Dosalah yang membunuh tubuh. Inilah akibat dari kutuk pertama itu (Kej. 3:19): Engkau debu. Menurut saya, seandainya tidak ada alasan lain, maka cinta kepada tubuh seharusnya membuat kita membenci dosa, sebab dosa adalah musuh yang begitu besar bagi tubuh kita. Bahkan kematian tubuh orang-orang kudus merupakan pertanda yang tersisa akan murka Allah terhadap dosa.
      2. Tetapi roh, jiwa yang berharga, itulah hidup. Sekarang jiwa hidup secara rohani, bahkan terlebih lagi, ia adalah hidup itu sendiri. Anugerah di dalam jiwa adalah kodratnya yang baru. Hidup orang kudus ada pada jiwanya, sedangkan hidup pendosa hanyalah sebatas tubuhnya. Setelah tubuh mati, dan kembali menjadi debu, roh adalah kehidupan, yang tidak saja hidup dan kekal, tetapi juga tertelan di dalam hidup itu sendiri. Kematian bagi orang-orang kudus hanyalah berarti dibebaskannya roh yang terlahir di sorga dari perangkap dan beban tubuh ini, supaya ia pantas ambil bagian dalam kehidupan kekal. Ketika Abraham sudah mati, Allah tetaplah Allah Abraham, sebab bahkan setelah mati, roh Abraham adalah kehidupan (Mat. 22:31-32). Lihat Mazmur 49:16. Dan ini oleh karena kebenaran. Kebenaran Kristus yang diperhitungkan kepada mereka membuat jiwa aman dari kematian, dan jiwa adalah bagian yang lebih baik dari diri kita. Kebenaran Kristus yang berdiam di dalam diri mereka, dan gambaran Allah yang diperbaharui di dalam jiwa, menjaga jiwa, dan, dengan ketetapan Allah, mengangkatnya pada saat kematian, mengembangkannya, dan membuatnya layak ikut ambil bagian dalam warisan orang-orang kudus di dalam terang. Kehidupan jiwa yang kekal dijalani dengan memandang dan menikmati Allah, dan keduanya dipertemukan. Dan untuk itulah jiwa dibuat memenuhi syarat oleh pengudusan yang membenarkan. Saya merujuk pembaca pada Mazmur 17:15, dalam kebenaran akan kupandang wajah-Mu.
      3. Ada kehidupan yang disediakan juga untuk tubuh yang malang ini pada akhirnya: Ia akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana (ay. 11). Tuhan itu untuk tubuh, dan meskipun pada saat kematian tubuh dicampakkan sebagai bejana yang hina dan rusak, bejana yang tidak disukai, namun Allah akan rindu pada buatan tangan-Nya (Ayb. 14:15). Dia akan mengingat perjanjian-Nya dengan debu, dan tidak akan kehilangan sebutir pun dari debu-debu itu. Sebaliknya, tubuh akan dipersatukan kembali dengan jiwa, dan berpakaian kemuliaan yang pantas untuknya. Tubuh yang hina akan diubah menjadi baru (Flp. 3:21; 1Kor. 15:42). Dua hal besar yang menjamin kepastian kebangkitan tubuh disebutkan di sini:
      
        (1) Kebangkitan Kristus: Ia yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga. Kristus bangkit sebagai Kepala, Yang sulung, dan Pelopor semua orang kudus yang telah meninggal (1Kor. 15:20). Tubuh Kristus terbaring di makam, di bawah dosa semua umat pilihan yang diperhitungkan kepada-Nya. Tetapi kemudian Ia menerobos keluar dari makam itu. Maka hai maut, di manakah kemenanganmu? Oleh karena kebangkitan Kristuslah kita akan bangkit.
        (2) Berdiamnya Roh. Roh yang sama yang membangkitkan jiwa sekarang akan segera membangkitkan tubuh: oleh Roh-Nya, yang diam di dalam kamu. Tubuh orang kudus adalah bait Roh Kudus (1Kor. 3:16; 6:19). Nah, walaupun bait ini dibiarkan terbaring sementara dalam kehancuran, namun ia akan dibangun kembali. Kemah Daud, yang sudah roboh, akan diperbaiki, sekalipun gunung-gunung tinggi menghadang. Roh, yang mengembuskan nafas hidup pada tulang-tulang mati dan kering, akan membuat mereka hidup, dan orang-orang kudus akan melihat Allah bahkan di dalam tubuh mereka. Maka dari itulah Rasul Paulus, dengan mengingat akan hal ini, menyimpulkan betapa sudah menjadi kewajiban kita untuk tidak hidup menurut daging, tetapi menurut Roh (ay. 12-13). Janganlah hidup kita menuruti kehendak dan kemauan daging. Dua alasan disebutkan Paulus di sini:
        
          [1] Kita tidak berutang pada daging, entah dalam hal hubungan, rasa terima kasih, atau dalam hal ikatan dan kewajiban apa pun. Kita tidak harus memenuhi atau melayani keinginan-keinginan daging. Kita memang wajib memberi pakaian, memberi makan, dan mengurus tubuh, seperti hamba bagi jiwa dalam pelayanannya terhadap Allah, tetapi tidak lebih jauh dari itu. Kita tidak berutang pada daging. Daging tidak pernah berbuat kebaikan yang begitu besar kepada kita sehingga kita wajib melayaninya. Tersirat di sini bahwa kita berutang kepada Kristus dan kepada Roh: kepada Dialah kita berutang segala-galanya, segala yang kita miliki dan segala yang bisa kita lakukan, dalam seribu satu ikatan dan kewajiban. Karena sudah dibebaskan dari kematian yang sedemikian besar oleh tebusan yang sedemikian besar, maka kita amat berutang kepada Pembebas kita. Lihat 1 Korintus 6:19-20.
          [2] Pertimbangkanlah akibat-akibatnya, apa yang akan menanti di ujung jalan. Di sini hidup dan mati, berkat dan kutuk, diperhadapkan kepada kita. Jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati, maksudnya, mati kekal. Menyenangkan, melayani, dan memuaskan daging, itulah yang akan membawa kehancuran jiwa, yaitu, kematian kedua. Kematian yang sebenarnya adalah kematian jiwa. Kematian orang-orang kudus hanyalah tidur. Tetapi, pada sisi lain, kamu akan hidup, hidup dan bahagia sampai selama-lamanya, itulah hidup yang sesungguhnya: Jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, menaklukkan dan menundukkan semua hawa nafsu dan keinginan, menyangkal diri dengan tidak menyenangkan dan memuaskan tubuh, dan ini dilakukan oleh Roh. Kita tidak dapat melakukannya tanpa Roh yang mengerjakannya di dalam diri kita, dan Roh tidak akan mengerjakannya tanpa kita berusaha sendiri. Sehingga dalam satu arti, kita diperhadapkan pada buah si malakama, entah tidak menyenangkan tubuh atau menghancurkan jiwa.
        
      
    II. Roh yang menjadikan kita anak Allah adalah hak istimewa lain yang menjadi milik mereka yang ada di dalam Kristus Yesus (ay. 14-16).
    
      1. Semua orang yang menjadi milik Kristus dibawa ke dalam hubungan dengan Allah sebagai anak-anak-Nya (ay. 14). Perhatikanlah,
      
        (1) Ciri-ciri mereka: Mereka dipimpin Roh Allah, seperti seorang murid yang belajar dipimpin oleh gurunya, seperti seorang pelancong yang sedang bepergian dipimpin oleh pemandunya, seperti seorang prajurit yang menunaikan tugasnya dipimpin oleh panglimanya. Mereka tidak didorong-dorong seperti binatang, tetapi dipimpin sebagaimana layaknya makhluk yang berakal, ditarik dengan tali kesetiaan dan ikatan kasih. Ciri-ciri yang tidak diragukan dari semua orang percaya yang sungguh-sungguh adalah, bahwa mereka dipimpin oleh Roh Allah. Setelah dengan iman mereka menyerahkan diri kepada bimbingan-Nya, kemudian di dalam ketaatan, mereka mengikuti bimbingan itu, dan dengan manis dipimpin ke dalam semua kebenaran dan semua kewajiban.
        (2) Hak istimewa mereka: Mereka anak-anak Allah, yang diterima ke dalam bilangan orang-orang yang diangkat sebagai anak-anak Allah, diakui dan dikasihi oleh Dia sebagai anak-anak-Nya.
      
      2. Dan mereka yang adalah anak-anak Allah memiliki Roh,
      
        (1) Untuk mengerjakan dalam diri mereka watak sebagai anak.
        
          [1] Kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi (ay. 15). Kita bisa memahaminya, pertama, dengan roh perbudakan yang membayangi jemaat Perjanjian Lama. Ini dinamakan roh perbudakan karena gelap dan ngerinya masa perjanjian itu. Selubung melambangkan perbudakan (2Kor. 3:15). Bandingkan dengan ayat 17. Roh yang mengangkat kita menjadi anak tidak dicurahkan secara berkelimpahan pada waktu itu seperti halnya sekarang, sebab hukum Taurat membuka luka, tetapi sedikit memberikan obat. Sekarang kamu tidak ada dalam masa perjanjian itu, kamu tidak menerima roh itu. Kedua, kita bisa memahaminya dengan roh perbudakan yang membayangi banyak orang kudus sendiri pada saat mereka bertobat, ketika mereka diinsafkan akan keberdosaan mereka dan murka Allah, yang oleh Roh dibuat mengendap di dalam jiwa mereka. Seperti orang banyak dalam Kisah Para Rasul 2:37, sipir penjara (Kis. 16:30), dan Paulus (Kis. 9:6). Pada saat itu, Roh sendiri bagi orang-orang kudus adalah roh perbudakan: “Tetapi,” ujar Rasul Paulus, “dengan kamu ini sudah selesai.” “Allah sebagai Hakim,” menurut Dr. Manton, “dengan roh perbudakan, mengirim kita kepada Kristus sebagai Pengantara, dan Kristus sebagai Pengantara, dengan roh yang mengangkat kita sebagai anak, mengirim kita kepada Allah sebagai Bapa.” Walaupun anak Allah mungkin saja dilanda ketakutan akan perbudakan lagi, dan mungkin mempertanyakan kedudukannya sebagai anak, namun Roh yang terpuji itu tidak akan lagi menjadi roh perbudakan, sebab seandainya demikian Ia bersaksi dusta.


          [2] Tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Manusia bisa saja memberikan akta pengangkatan anak, tetapi hak istimewa Allah-lah, ketika mengangkat anak, untuk memberikan Roh yang menjadikan kita anak, yaitu kodrat sebagai anak. Roh yang mengangkat kita sebagai anak mengerjakan dalam diri anak-anak Allah kasih kekeluargaan terhadap Allah sebagai Bapa, membuat kita bersuka di dalam Dia, dan bergantung pada-Nya, sebagai Bapa. Jiwa yang dikuduskan menampakkan gambar Allah, sebagaimana seorang anak menampakkan gambar bapanya. Oleh Roh itu kita berseru: “ya Abba, ya Bapa!" Berdoa di sini disebut berseru (KJV: menangis), yang tidak hanya merupakan pertanda, tetapi juga ungkapan alamiah bahwa kita menginginkan sesuatu. Anak-anak yang belum bisa bicara melampiaskan keinginan mereka dengan menangis. Sekarang, Roh mengajar kita di dalam doa untuk datang kepada Allah sebagai Bapa, dengan keyakinan yang penuh kekudusan dan kerendahan hati, dan memberanikan jiwa dalam melakukan kewajiban itu. Ya Abba, ya Bapa. Abba adalah bahasa Aram yang berarti bapa atau bapaku. Dalam bahasa Yunani patēr. Dan mengapa disebutkan dua kali, Ya Abba, Ya Bapa? Sebab Kristus mengatakan demikian dalam doa-Nya (Mrk.14:36), Ya Abba, ya Bapa. Dan kita sudah menerima Roh Anak. Kata Abba menandakan kegigihan hati yang dilandasi rasa sayang, dan menekankan hubungan yang didasari rasa percaya. Anak kecil, yang ingin meminta sesuatu pada bapanya, cuma bisa berkata Bapa, Bapa, dan itu sudah menyampaikan maksud mereka. Juga, mengangkat anak merupakan hal yang biasa terjadi baik bagi orang-orang Yahudi maupun orang-orang bukan Yahudi. Orang-orang Yahudi memanggil bapa dengan sebutan Abba dalam bahasa mereka, dan orang-orang Yunani bisa memanggil Patēr. Sebab di dalam Kristus Yesus tiada lagi orang Yunani atau orang Yahudi.
        
        (2) Untuk memberikan kesaksian tentang hubungan mereka dengan Allah sebagai anak-anak (ay. 16). Mengerjakan dalam diri orang percaya watak sebagai anak merupakan pekerjaan Roh sebagai Roh yang menguduskan, sedangkan memberikan kesaksian tentang hubungan mereka sebagai anak-anak merupakan pekerjaan Roh sebagai Penghibur. Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita. Banyak orang memiliki kesaksian hanya dari rohnya sendiri bahwa keadaan mereka baik-baik saja, tetapi mereka tidak memiliki kesaksian yang sependapat dari Roh. Banyak orang mengatakan damai kepada diri mereka sendiri, padahal Allah dari sorga tidak mengatakannya kepada mereka. Tetapi orang-orang yang dikuduskan memiliki Roh Allah yang bersaksi bersama-sama dengan roh mereka, yang harus dipahami bukan sebagai wahyu langsung dan luar biasa, melainkan sebagai pekerjaan Roh yang biasa, di dalam penghiburan dan melalui sarana penghiburan, untuk mengatakan damai kepada jiwa. Kesaksian ini selalu sesuai dengan firman tertulis, dan oleh sebab itu selalu berdasar pada pengudusan, sebab Roh di dalam hati tidak bisa bertentangan dengan Roh di dalam firman. Roh tidak bersaksi kepada siapa-siapa tentang hak-hak istimewa sebagai anak jika mereka tidak mempunyai sifat dan watak sebagai anak.